Selasa, 04 Maret 2014

K.H Muammar Z.A

Al-Quran Membawaku Keliling Dunia Suaranya yang merdu dalam melantunkan Al-Quran, mengantarkannya ke berbagai pelosok bumi. Mulai dari lereng gunung, lembah, ngarai, sampai ke beberapa kota besar dunia, bahkan ke dalam Kakbah. Lantunan suaranya mengalun, mulai dari bawah tenda-tenda sederhana, lapangan terbuka, sampai istana raja. Malam baru saja beranjak, ketika sesosok pria yang masih terlihat muda menaiki panggung dan duduk di kursi yang disediakan. Usai salam dengan suara rendah cenderung serak, pria berperawakan ramping itu mulai membaca taawudz dan basmalah. Dengan mata setengah terpejam, perlahan, ia mulai mengalunkan ayat-ayat suci Al-Quran dengan irama bayati, lagu pembuka qiraah yang bernada rendah. Perlahan tapi pasti suara itu meningkat, terkadang melengking tinggi, melantun panjang. Di depannya, ratusan orang bagaikan tersihir, terkesima mendengarkan lantunan suaranya yang naik-turun mengirama, bagaikan gelombang ombak yang susul-menyusul menghampiri pantai. Tak jarang, setiap kali alunan suaranya berhenti untuk mengambil napas, puluhan kepala, seperti tersadar dari hipnotis, segera menggeleng takjub.
 Ia memang legenda. Meski Musabaqah Tilawatil Quran secara rutin digelar di berbagi tingkatan, belum ada satu pun yang menyamainya. Hampir semua umat Islam Indonesia, terutama di pedesaan, jika ditanya siapakah qari yang paling dikenal di Indonesia, jawabnya pasti Ustadz H. Muammar Z.A. Suaranya yang merdu serta keindahan iramanya dalam melantunkan Al-Quran begitu termasyhur. Kelebihan ini pula yang mengantarkannya ke berbagai pelosok bumi. Mulai dari desa-desa di lereng gunung, tepi lembah dan ngarai, sampai ke beberapa kota besar dunia, bahkan mengantarkannya masuk ke dalam Kakbah. Lantunan suaranya yang khas mengalun, mulai dari bawah tenda-tenda sederhana, lapangan terbuka, sampai istana raja. Ia penah mengaji di istana Raja Hasanah Bolkiah, istana Yang Dipertuan Agong Malaysia, sampai istana raja-raja di Jazirah Arab. Awal Juli, Alkisah mengunjungi pria kelahiran Pemalang ini di kediamannya di depan Masjid Al-Ittihad, di bilangan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ayah satu putri dan empat putra ini bertutur renyah, diselingi tawa segar. Naik TanduSaya ini anak kampung yang beruntung bisa keliling dunia, bisa mengaji saat jemaah haji wukuf di Padang Arafah dan saat bermalam di Mina. Bahkan, pada tahun 1981, saya diberi kesempatan masuk ke dalam Kakbah, tuturnya haru. Wah, nggak kebayang sebelumnya. Di dalam Kakbah saya cuma bisa tertunduk, menangis. Saya nggak berani mengangkat wajah dan memandang langit-langit. Lebih dari 25 tahun, Muammar melanglang buana, melakukan perjalanan yang menurutnya sangat mengasyikan. Dalam menghadiri undangan mengaji, ia pernah mencoba berbagai kendaraan, dari mulai naik pesawat pribadi, pesawat komersial, limousine, ojek, sampai tandu. Medan pegunungan Jawa Barat, tuturnya, yang paling sering membuatnya ditandu. Sementara pedalaman Kalimantan dirambahnya dengan glotok, ojek perahu mini yang mampu menjangkau sungai-sungai kecil di pedesaan. Suatu ketika, ceritanya, ia diundang mengaji di beberapa tempat di daerah Garut. Qari yang puluhan kasetnya masih terus dicari orang ini menempuh perjalanan Bandung-Garut-Cikajang-Singajaya dengan kendaraan roda empat. Namun perjalanan berikutnya yang naik-turun gunung harus dilaluinya dengan ojek, dan terakhir jalan kaki menyusuri jalan setapak. Kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Muammar tidak mampu lagi berjalan. Panitia yang mengawalnya pun berinisiatif untuk menyewa tenaga orang kampung untuk menandunya sampai di lokasi pengajian. Setelah berjalan kaki selama empat jam, ia pun tiba. Dan yang membuat semangatnya bangkit kembali, ternyata, ratusan hadirin masih dengan setia menunggu kehadirannya. Sampai di tempat pengajian jam dua belas malam, saya langsung mengaji, kenang pangasuh Pesantren Ummul Qura, Cipondoh, ini. Selesai mengaji, jam setengah dua, kami turun. Sampai di kota Garut jam setengah delapan pagi. Tidak sekali-dua kali perjalanan seperti itu dilakoninya. Belum lama ini, untuk kesekian kalinya, Muammar menghadiri undangan ke Cianjur bagian selatan, daerah Cikendir, yang juga harus dilalui dengan jalan kaki berjam-jam di jalan setapak berlumpur. Pulangnya, ia kelelahan. Dan akhirnya, lagi-lagi, ditandu.Ia memang tidak pernah memilih-milih tempat atau pengundang. Baginya, selama ada waktu, dan kondisi fisiknya memungkinkan, pasti dengan senang hati ia akan hadir. Dari koceknya ia membayar sekitar 500 ribu kepada para pemandunya. Niat saya itu kan berkhidmah, tutur Muammar dengan rendah hati. Istana, saya datangi. Pelosok kampung pun, saya kunjungi. Ia meyakini, ia bisa terus mengaji. Dan kariernya terus langgeng seperti sekarang ini, antara lain, berkat doa orang-orang yang tinggal di pelosok desa dan pegunungan yang pernah dihadirinya mereka itu. Mereka itu betul-betul ikhlas, baik, dan jujur, katanya tulus. Bayangkan, untuk menghadiri pengajian saya, mereka sampai harus berjalan puluhan kilometer. Bahkan ada yang membawa bekal dan kompor, serta masak di perjalanan. 
Dalam perjalanan berkhidmah ini pula, Muammar pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di daerah Cirebon menjelang tahun 1990-an. Mobilnya hancur dan ia pun terluka parah. Cukup lama ia harus menginap di rumah sakit. Saat itulah Muammar merasakan kedekatan dengan para ulama yang bergiliran menjenguknya. Tak jera, setelah pulih ia pun kembali menjelajahi pelosok tanah air, untuk melantunkan firman-firman Tuhannya. Sejak BeliaMeski masih terlihat cukup muda, Ustadz Muammar tahun ini menginjak usia 51 tahun. Ia dilahirkan di Dusun Pamulihan, Warungpring, Kecamatan Moga, sekitar 40 kilometer selatan ibu kota Kabupaten Pemalang, dari pasangan H. Zainal Asyikin dan Hj. Mukminatul Afifah, ulama dan tokoh masyarakat di desanya. Muammar adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Namun hanya sembilan yang masih hidup. Belakangan, adiknya, Imron Rosyadi Z.A., juga mengikuti jejaknya menjadi qari nasional setelah menjuara MTQ. Adiknya yang bungsu, Istianah, kini menjadi salah satu anggota DPRD Tingkat I Yogyakarta. Muammar mengenal qiraah sejak belia. Ia memang berasal dari keluarga qari. Ayah dan kakak-kakaknya dikenal bersuara merdu. Sang ayah adalah pemangku masjid di dusunnya, yang setiap akhir malam melantunkan tarhiman, shalawat dan puji-pujian untuk membangunkan orang-orang guna mendirikan Shalat Shubuh. Waktu kecil, ia, bersama teman-temannya, belajar seni baca Al-Quran dari teman lain yang lebih besar, yang kebetulan menguasai beberapa lagu. Di samping itu Muammar mulai keranjingan terhadap qiraah, belajar secara serius pada kakaknya, Masykuri Z.A. Namun karena kakaknya tinggal di sebuah pesantren yang cukup jauh dari desanya, pelajarannya baru akan bertambah jika Masykuri pulang ke rumah ketika liburan.Namun demikian bakat Muammar mulai kelihatan. Tahun 1962, ia menjuarai MTQ tingkat Kabupaten Pemalang untuk tingkat anak-anak, mewakili SD-nya. Waktu itu saya masih memakai celana pendek saat mengaji, he he he, kenang Muammar.Sekitar awal tahun 60-an, suara dan lagunya memang sudah mulai bagus, meski hafalan suratnya masih terbatas. Ia sudah mulai diundang untuk mengaji di acara-acara pengajian atau pengantinan di kampungnya. Dan lucunya, ayat yang dibaca itu-itu saja. Ketika kakaknya pulang dari pesantren, barulah hafalan ayat dan lagunya bertambah. Selepas SD, Muammar sempat nyantri di Kaliwungu, Kendal, sebelum melanjutkan ke PGA di Yogyakarta. Selesai PGA, ia sempat juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Di Kota Gudeg, ia melanjutkan kiprahnya di bidang seni baca Al-Quran. Muammar mengikuti MTQ tingkat Provinsi DIY yang diadakan oleh Radio Suara Jokja tahun 1967. Ia berhasil menyabet juara pertama untuk tingkat remaja. Tahun-tahun berikutnya, Muammar ikut lagi dan kembali juara. Tahun itu juga, ia mewakili DIY ikut MTQ tingkat nasional di Senayan tingkat remaja, namun ia belum meraih juara. Sejak itu, Muammar menjadi langganan tetap kontingen DIY di MTQ Nasional, tahun 1972, 1973, dan seterusnya. Tahun 1979, ia bahkan terpilih menjadi anggota kontingen Indonesia di sebuah haflah, semacam MTQ internasional, yang diselenggarakan di Mekkah. Gelar juara nasional pertama kali diraihnya di MTQ Banda Aceh tahun 1981. Kali ini ia mewakili DKI Jakarta. Muammar yang saat itu tengah belajar di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ), Ciputat, mendapatkan hadiah sebuah televisi. Pemerintah Provinsi DKI sendiri kemudian memberi tambahan bonus hadiah, ibadah haji. Namun, tidak seperti kariernya di bidang tarik suara, dalam pendidikan Muammar mengakui kurang berhasil. Kuliahnya di PTIQ yang tinggal skripsi tidak selesai. Waktu itu, kata sang qari, ada perubahan peraturan yang agak mendadak. Jika semula syarat ujian skripsi itu hafal lima juz Al-Quran, tiba-tiba diubah menjadi 30 juz.Wah, saya nggak siap, ujar Muammar jujur. Meskipun demikian, uniknya, setelah menjadi juara nasional dan qari internasional, ia justru diminta mengajar di sana. Tidak BerpantangDitanya mengenai rahasia suaranya, suami Syarifah Nadiya ini dengan serius mengatakan tidak mempunyai resep rahasia apa pun. Dalam hal-hal seperti itu, saya cenderung rasionalis, ungkap Muammar. Saya nggak begitu percaya pada hal-hal begituan, seperti nggak boleh makan ini-itu, harus cukup tidur, atau harus tidur jam segini. Bahkan saya jarang tidur lho, apalagi sebelas hari ini saya selalu pulang pagi. Ia pun mengakui, meski dulu pernah sekali ikut-ikutan mencoba, tidak berani ikut gurah. Saya nggak berani ikut, katanya. Apalagi yang enggak jelas. Karena, salah-salah malah merusak pita suara. Kalau cuma melegakan, mungkin ya. Tapi kalau dipaksakan begitu lalu saraf tenggorokannya putus, kan malah jadi penyakit, he he he. Sebenarnya, kata Muammar, kalau memahami tata cara wudu yang benar dan menerapkannya, itu juga sudah menjadi gurah. Misalnya ketika istinsyaq, memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkan lagi dengan keras. Disinggung bagaimana kiatnya menjaga suara, qari yang pernah diundang mengaji di istana Yang Dipertuan Agong Malaysia dan Sultan Hasanah Bolkiah, Brunei, ini mengaku hanya memasrahkan diri kepada Allah. Niat saya mau ngaji lillaahi taala, Ya Allah, tolong saya. Namun yang pasti, setiap bangun tidur ia selalu melakukan warming up, pemanasan, dengan rengeng-rengeng, menggumamkan nada-nada tilawah. Demikian juga ketika akan mengaji. Menurutnya ini penting, untuk menghindari kaget. Berbeda dengan para penyanyi yang banyak mempunyai pantangan, terutama makanan dan minuman, Muammar menyantap hampir semua makanan dan minuman yang disukainya. Bahkan, makanan kesukaannya adalah sambel, lalap, dan ikan asin, yang harus selalu ada di meja makannya. Saya hanya memastikan, ketika saya mau ngaji, kondisi badan saya fit, ungkapnya, berbagi resep. Baru kemudian, kunci terpentingnya adalah mengaji dengan ikhlas dan perasaan senang. Bagi Muammar, mengaji dengan ikhlas dan senang hati itu menjadi hiburan dan kenikmatan tersendiri. Maka, tak mengherankan, setiap kali melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran, ia tampak begitu menikmati. Terkadang matanya setengah terpejam, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Pokoknya saya dengerin sendiri, karena memang pada dasarnya saya suka. Itu, menurutnya, membuatnya mampu mengaji minimal setengah jam, jika di dalam kota. Karena mereka kan sering ketemu saya. Tapi kalau di luar kota, terlebih di luar Jawa, saya bisa satu jam, bahkan lebih. Dalam satu hari biasanya ia mengaji di tiga sampai empat tempat. Di beberapa tempat, terkadang ia juga berceramah, biasanya jika mubalignya tidak datang. Mengaji itu pula yang mempertemukannya dengan sang istri tercinta, ketika sang pujaan hati yang dinikahinya pada tahun 1984 itu duduk dalam kepanitiaan sebuah pengajian di Kemanggisan. Buah pernikahan dengan wanita berdarah Aceh itu kini sebagian telah beranjak remaja.Lia Fardizza, putri sulung qari yang pernah berguru kepada Syekh Abdul Kholil Al-Mishri, qari besar Negeri Piramid, kini menginjak semester ketiga di London School, jurusan bahasa Inggris. Sejak TK, Lia memang gandrung dengan bahasa internasional tersebut, terlihat dari hobinya membaca komik-komik berbahasa Inggris. Belakangan ia juga gemar mendendangkan lagu-lagu Barat. Tidak mengherankan, dialek lisannya, menurut Muammar, cenderung ke Amerika. Putra-putranya, Ahmad Syauqi Al-Banna, kini duduk di kelas 3 SMU, Husnul Adib Al-Hasyim kelas 2 SMP, Raihan Al-Bazzi, kelas 4 SD, dan si bungsu Ammar Yuayyan Al-Dani, kelas 3 SD. Di antara lima anaknya, tiga di antaranya mewarisi keindahan suara sang ayahanda, Lia, Raihan, dan Ammar. Namun karena keterbatasan waktu serta kesibukan Muammar, diakuinya, potensi putra-putrinya itu belum tergarap. Menurutnya, qari yang baik itu harus memiliki suara yang bagus, napas panjang, penguasaan lagu, dan dialek yang bagus. Dan, membentuk dialek itu tidak gampang. Orang Jawa, misalnya, akan cukup sulit mengucapkan huruf ba dengan benar. Ia sendiri mengaku cukup lama mempelajari dialek Al-Quran dengan memperhatikan dialek qari-qari dari Mesir, Arab, dan daerah Timur Tengah lainnya. Qari lokal yang bagus, menurut Muammar, biasanya yang berasal dari pesantren Al-Quran yang kebetulan pengasuhnya juga seorang qari mumpuni. Ini karena sang kiai biasanya mempunyai kelengkapan ilmu qiraah dan kepekaan, maka pembelajaran qiraahnya juga dilengkapi dengan ilmu tajwid, makharijul huruf (ilmu pelafalan huruf Al Quran), dzauq (cita rasa bahasa), dan sebagainya. Dari PedesaanKarena itulah, sejak empat tahun Muammar memulai pembangunan sebuah pesantren di daerah Cipondoh, yang dinamakannya Ummul Qura. Karena seorang qari, ia bercita-cita menyebarkan tradisi qiraah ini melalui pesantrennya ini, sebagai sumbangan pada bangsa. Kalau Allah mengizinkan, kata Muammar, saya ingin mencetak Muammar-Muammar baru. Melalui lembaganya itu pula, ia mengharapkan, seni baca Al-Quran akan kembali dicintai dan dikagumi umat Islam. Muammar bercita-cita membangun sebuah lembaga pendidikan yang komprehensif, mulai dari TK, SD, SMP, sampai SMA yang mempunyai nilai plus, Al-Quran. Ia mengharapkan bisa membekali santrinya dengan kelengkapan ilmu-ilmu Al-Quran, baik tajwid, qiraah, dasar-dasar tafsir, maupun tahfidz-nya (hafalan Al-Quran). Paling tidak, targetnya setamat SD atau SMP para santri akan mampu membaca Al-Quran dengan fasih, baik, dan benar. Terlebih dengan lingkungan yang Islami di pesantren, setidaknya mereka akan mempunyai pegangan hidup.Pada tahap awal, sudah dibangun sebuah masjid, ruang baca, dan dua buah gedung asrama. Ke depan ia ingin membangun sekolah formal dulu, baru kemudian akan diasramakan. Namun, karena keterbatasan dana, sementara ini pembangunan Pesantren Ummul Qura tersebut tersendat. Tanggal 22 Juli kemarin di Gorontalo diselenggarakan Seleksi Tilawatil Quran tingkat nasional. Namun, tidak seperti pada dasawarsa 80-an, event empat tahunan yang diselenggarakan untuk menjaring bibit-bibit baru qari dan qariah serta penghafal dan mubaligh berbasis Al-Quran ini sepertinya tak lagi memiliki gaung.Akhir-akhir ini semangat mendalami seni membaca Al-Quran di masyarakat kita ini memang cenderung mengalami penurunan, tutur qari yang pernah diminta membaca Al-Quran saat wukuf di Padang Arafah. Apalagi kecintaan terhadap Al-Quran. Belakangan ini, perhatian orang, terutama generasi mudanya, lebih tercurah ke kontes-kontes musik yang memang lebih memikat, ujar tokoh berusia 51 tahun ini gundah. Sementara MTQ, dari dulu kemasannya tidak pernah berubah. Ia merindukan, MTQ ke depan akan mempunyai gereget dan gaung yang besar, seperti pada masa-masanya dulu. Lebih lanjut, Muammar juga mengharapkan optimalisasi peran lembaga resmi yang dibentuk untuk mengembangkan seni baca Al-Quran, Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran. Idealnya, lembaga tersebut tidak hanya sibuk menjelang pelaksanaan STQ atau MTQ, atau menjaring bahan jadi, tetapi secara intensif dan konsisten menggali dan membina bibit unggul sejak dari tingkat dusun. Selama ini, bukankah juara-juara tilawah justru banyak muncul dari pedesaan, yang ekonominya pas-pasan…. Diambil dari http://ahmad-iftah-shiddiq.blogspot.com/2006/03/ustad-muammar-za.html

Biografi Penemu Lampu Pijar

Thomas Alva Edison adalah Penemu Lampu Pijar. Thomas Alva Edison adalah seorang ilmuwan ternama dari Amerika Serikat. Dia lahir di Milan, Ohio, USA pada tanggal 11 Februari 1847.  Edison lahir di Milan, Ohio,Amerika Serikat pada tanggal 11 Februari 1847. Pada masa kecilnya di Amerika Serikat, Edison selalu mendapat nilai buruk di sekolahnya. Oleh karena itu ibunya memberhentikannya dari sekolah dan mengajar sendiri di rumah. Di rumah dengan leluasa Edison kecil dapat membaca buku-buku ilmiah dewasa dan mulai mengadakan berbagai percobaan ilmiah sendiri. Pada Usia 12 tahun ia mulai bekerja sebagai penjual koran, buah-buahan dan gula-gula di kereta api. Kemudian ia menjadi operator telegraf, Ia pindah dari satu kota ke kota lain. Di New York, Edison diminta untuk menjadi kepala mesin telegraf yang penting. Mesin-mesin itu mengirimkan berita bisnis ke seluruh perusahaan terkemuka di New York.

Kumpulan Artikel Thomas Alva Edison

Thomas Alva Edison dilahirkan di Milan, Ohio pada tanggal 11 Februari 1847. Tahun 1854 orang tuanya pindah ke Port Huron, Michigan. Edison pun tumbuh ...

Biografi Thomas Alva Edison. Ilmuwan dari Amerika yang terkenal karena penemuannya yang  berupa lampu pijar.
Thomas Alva Edison (11 Februari 1847 - 18 Oktober 1931) adalah seorang penemu Amerika dan pengusaha. Ia mengembangkan banyak ...

Penemuan dari Edison yang apling fenomenal adalah Bola Lampu, andai kata tidak adaThomas Alva Edison, mungkin bumi ini sudah gelap gulita tidak ada ...

Biografi Thomas Alva Edison. "Be brave as your fathers before you. Have faith and go forward" Thomas Alva Edison" All website content registered and copyrighted © 2/11/97 by Gerald Beals.
Biografi Thomas Alva Edison - Seorang jenius yang di anggap bodoh oleh gurunya sendiri lahir di Ohio pada 1847, Edison adalah seorang ...

Thomas Alva Edison lahir di Ohio pada 11 Pebruari 1847 dan merupakan salah seorang yang paling dikenal penemuannya sepanjang masa.
 Inilah sepenggal kisah Tommy dalam biografi Thomas Alfa Edison. ....://kolom-biografi.blogspot.com/2009/01/biografi-thomas-alva-edison.html
Thomas Alva Edison merupakan salah satu ilmuwan paling terkenal dan juga tercatat sebagai penemu lampu pijar. Cuma tiga tahun dia peroleh pendidikan ...
Thomas Alva Edison dipandang sebagai salah seorang pencipta paling produktif pada masanya, memegang rekor 1.093 paten atas namanya. Edison juga banyak membantu dalam bidang pertahanan pemerintahan Amerika Serikat. Beberapa penelitiannya antara lain : mendeteksi pesawat terbang, menghancurkan periskop dengan senjata mesin, mendeteksi kapal selam, menghentikan torpedo dengan jaring, menaikkan kekuatan torpedo, kapal kamuflase, dan masih banyak lagi.  Thomas Alva Edison meninggal pada usianya yang ke-84, tepat pada hari ulang tahun penemuannya yang terkenal, yaitu bola lampu Pijar.

Biografi Jendral Wiranto

Wiranto adalah salah satu tokoh indonesia yang memiliki segudang pengalaman di dalam pemerintahan indonesia kemudian wiranto juga akan kembali maju menjadi capres indonesia periode 2014-2019 jadi sangat disayangkan jika kita masih tidak mengenal sosok wiranto ini bagi yang masih belum tahu seperti apa biografi dari wiranto ini mungkin bisa membaca bio singkat wiranto pada artikel ini.

Jenderal TNI (Purn) Wiranto (lahir di Kota Yogyakarta, DIY, 4 April 1947; umur 66 tahun adalah politikus Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Wiranto menjabat Panglima TNI periode 1998-1999. Setelah menyelesaikan jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat pada periode 2006-2010, dia kembali terpilih untuk masa jabatan yang kedua (2010-2015).
Ayahnya, RS Wirowijoto adalah seorang guru sekolah dasar, dan ibunya bernama Suwarsijah. Pada usia sebulan, Wiranto dibawa pindah oleh orang tuanya ke Surakarta akibat agresi Belanda yang menyerang kota Yogyakarta. Di Surakarta inilah ia kemudian bersekolah hingga menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA Negeri 4 Surakarta).
Karir Militer
Namanya melejit setelah menjadi ADC Presiden Soeharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden, karier militer Wiranto semakin menanjak ketika tampil sebagai Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KSAD.
Selepas KSAD, ia ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Pangab (sekarang Panglima TNI) pada Maret 1998. Pada masa itu terjadi pergantian pucuk kepemimpinan nasional. Posisinya yang sangat strategis menempatkannya sebagai salah satu pemain kunci bersama Wakil Presiden B.J. Habibie.
Ia tetap dipertahankan sebagai Pangab di era Presiden BJ Habibie.
  • Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) RI (1998)
  • Kepala Staff TNI Angkatan Darat (Kasad) (1997)
  • Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) (1996)
  • Pangdam Jaya (1994)
  • Kasdam Jaya (1993)
  • Ajudan Presiden Republik Indonesia (1989-1993)
  • Asops Kasdivif-2 Kostrad (1988)
  • Waasops Kas Kostrad pada (1987)
  • Kasbrigif-9 Kostrad (1985)
  • Kadep Milnik Pussenitf (1984)
  • Karoteknik Ditbang Pussenif (1983)
Jenjang Kepangkatan
  • Jendral TNI (1997)
  • Letjen TNI (1996)
  • Mayjen TNI (1994)
  • Brigjen TNI (1993)
  • Kolonel (1989)
  • Letkol (1982)
  • Mayor (1979)
  • Kapten (1973)
  • Letnan Satu (1971)
  • Letnan Dua (1968)
Biodata
Nama : Wiranto
Lahir : 4 april 1947
Negara : Indonesia
Parpol : HANURA
Istri ; Hj. rugaiya usman
Anak : Zainnal Nurrizki
Pendidikan : Akademi MIliter Indonesia, UT, Perguruan tinggi ilmu hukum militer
Agama ; ISLAM
Biografi Wiranto

Nama:Wiranto

Lahir: Yogyakarta, 4 April 1947

Pangkat:Jenderal TNI 1997

Karir Militer: Pangdam Jaya 1994-1996

Panglima Kostrad 1996-1997

Kepala Staf Angkatan Darat 1997-1998

Panglima ABRI 1998-1999

Menteri

Menhankam/Pangab 1998 (Kabinet Pembangunan VII)

Menhamkan/Pangab/Pang TMI 1998-1999 (Kabinet Reformasi Pembangunan-Habibie)

Menko Polkam, 1999-2000 (Kabinet Persatuan Nasional-Gus Dur)


Keadaan politik dan keamanan di negeri ini sangat panas, menjelang dan sesudah Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya. Setiap saat bisa saja meledak menjadi kerusuhan massal secara meluas di seluruh wilayah. Pada saat itu Jenderal Wiranto memegang jabatan penting sebagai Menhankam/Pangab. Ia tidak pernah kelihatan panik dalam upaya mengatasi semua masalah. Dengan tenang dan sabar ia terus mengajak dialog dengan siapa saja, khususnya dengan para civitas academica di perguruan tinggi agar tetap menjaga ketertiban dan keamanan.

Begitu pula pada saat masyarakat Aceh merasa kehormatannya tercemar dengan selalu dijaga oleh Pemerintah Pusat dengan operasi militer yang tak kunjung usai, maka atas permintaan rakyat Aceh pada Agustus 1998 Wiranto datang ke Aceh untuk menarik seluruh pasukan yang bukan organik di Aceh, atau lebih dikenal dengan pencabutan DOM (Daerah Operasi Militer).

Ketika di Sambas terjadi perkelahian antar saudara, demikian pula ketika Maluku mengalami hal yang sama, ia selalu datang ke wilayah konflik tersebut untuk berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Bahkan untuk Timor Timur yang telah bertikai selama 23 tahun, ia berhasil mengajak mereka melakukan perdamaian pada 21 Apri11999.

Semua itu dilakukannya karena kendatipun dia seorang petinggi militer yang dikenal sangal keras dalam bersikap, berdisiplin tinggi, dan menjunjung tinggi aturan hukum, namun sangat mencintai perdamaian. Hal itu dilakukan karena sebagai seorang militer yang berpengalaman, ia sangat memahami bahwa tindakan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan secara tuntas, bahkan akan menimbulkan luka-luka yang sulit untuk disembuhkan.

Tiga Presiden
Dalam setiap jenjang karirnya, ia selalu berupaya menimba pengalaman sebanyak-banyaknya. Ia pun menimba pengalaman dari tiga presiden. Dengan Presiden Soeharto, ia menjalin hubungan sebagai ajudan Presiden selama hampir empat tahun dan sebagai Kasad serta Menhankam /Pangab selama tiga bulan.

Jabatan inilah yang secara politis sering dijadikan dalih untuk terus memojokkannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari rezim Orde Baru, sebagai putera mahkota yang sangat dekat dengan Pak Harto, kental militerismenya dan sebagainya.

Menghadapi tuduhan itu, ia tidak pernah mengelak dengan cara-cara pengecut. Ia justru berpendapat, bahwa Orde Lama, Orde Baru atau orde pasca Orde Baru hanyalah pemberian nama dari penggalan sejarah republik ini. “Tetapi, yang pasti kita semua tidak boleh lari dari kenyataan bahwa kita ada di dalamnya dengan memerankan bagian kita masing-masing. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya kita pasti mendapat manfaat dari setiap orde itu,” katanya dalam buku “Mengenal Wiranto Calon Presiden RI 2004-2009” yang diterbitkan IDe Indonesia (2003).
- See more at: http://gudang-biografi.blogspot.com/2010/01/biografi-wiranto.html#sthash.JBiz7Pbh.dpuf
Biografi Wiranto

Nama:Wiranto

Lahir: Yogyakarta, 4 April 1947

Pangkat:Jenderal TNI 1997

Karir Militer: Pangdam Jaya 1994-1996

Panglima Kostrad 1996-1997

Kepala Staf Angkatan Darat 1997-1998

Panglima ABRI 1998-1999

Menteri

Menhankam/Pangab 1998 (Kabinet Pembangunan VII)

Menhamkan/Pangab/Pang TMI 1998-1999 (Kabinet Reformasi Pembangunan-Habibie)

Menko Polkam, 1999-2000 (Kabinet Persatuan Nasional-Gus Dur)


Keadaan politik dan keamanan di negeri ini sangat panas, menjelang dan sesudah Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya. Setiap saat bisa saja meledak menjadi kerusuhan massal secara meluas di seluruh wilayah. Pada saat itu Jenderal Wiranto memegang jabatan penting sebagai Menhankam/Pangab. Ia tidak pernah kelihatan panik dalam upaya mengatasi semua masalah. Dengan tenang dan sabar ia terus mengajak dialog dengan siapa saja, khususnya dengan para civitas academica di perguruan tinggi agar tetap menjaga ketertiban dan keamanan.

Begitu pula pada saat masyarakat Aceh merasa kehormatannya tercemar dengan selalu dijaga oleh Pemerintah Pusat dengan operasi militer yang tak kunjung usai, maka atas permintaan rakyat Aceh pada Agustus 1998 Wiranto datang ke Aceh untuk menarik seluruh pasukan yang bukan organik di Aceh, atau lebih dikenal dengan pencabutan DOM (Daerah Operasi Militer).

Ketika di Sambas terjadi perkelahian antar saudara, demikian pula ketika Maluku mengalami hal yang sama, ia selalu datang ke wilayah konflik tersebut untuk berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Bahkan untuk Timor Timur yang telah bertikai selama 23 tahun, ia berhasil mengajak mereka melakukan perdamaian pada 21 Apri11999.

Semua itu dilakukannya karena kendatipun dia seorang petinggi militer yang dikenal sangal keras dalam bersikap, berdisiplin tinggi, dan menjunjung tinggi aturan hukum, namun sangat mencintai perdamaian. Hal itu dilakukan karena sebagai seorang militer yang berpengalaman, ia sangat memahami bahwa tindakan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan secara tuntas, bahkan akan menimbulkan luka-luka yang sulit untuk disembuhkan.

Tiga Presiden
Dalam setiap jenjang karirnya, ia selalu berupaya menimba pengalaman sebanyak-banyaknya. Ia pun menimba pengalaman dari tiga presiden. Dengan Presiden Soeharto, ia menjalin hubungan sebagai ajudan Presiden selama hampir empat tahun dan sebagai Kasad serta Menhankam /Pangab selama tiga bulan.

Jabatan inilah yang secara politis sering dijadikan dalih untuk terus memojokkannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari rezim Orde Baru, sebagai putera mahkota yang sangat dekat dengan Pak Harto, kental militerismenya dan sebagainya.

Menghadapi tuduhan itu, ia tidak pernah mengelak dengan cara-cara pengecut. Ia justru berpendapat, bahwa Orde Lama, Orde Baru atau orde pasca Orde Baru hanyalah pemberian nama dari penggalan sejarah republik ini. “Tetapi, yang pasti kita semua tidak boleh lari dari kenyataan bahwa kita ada di dalamnya dengan memerankan bagian kita masing-masing. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya kita pasti mendapat manfaat dari setiap orde itu,” katanya dalam buku “Mengenal Wiranto Calon Presiden RI 2004-2009” yang diterbitkan IDe Indonesia (2003).
- See more at: http://gudang-biografi.blogspot.com/2010/01/biografi-wiranto.html#sthash.JBiz7Pbh.dpuf
Biografi Wiranto

Nama:Wiranto

Lahir: Yogyakarta, 4 April 1947

Pangkat:Jenderal TNI 1997

Karir Militer: Pangdam Jaya 1994-1996

Panglima Kostrad 1996-1997

Kepala Staf Angkatan Darat 1997-1998

Panglima ABRI 1998-1999

Menteri

Menhankam/Pangab 1998 (Kabinet Pembangunan VII)

Menhamkan/Pangab/Pang TMI 1998-1999 (Kabinet Reformasi Pembangunan-Habibie)

Menko Polkam, 1999-2000 (Kabinet Persatuan Nasional-Gus Dur)


Keadaan politik dan keamanan di negeri ini sangat panas, menjelang dan sesudah Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya. Setiap saat bisa saja meledak menjadi kerusuhan massal secara meluas di seluruh wilayah. Pada saat itu Jenderal Wiranto memegang jabatan penting sebagai Menhankam/Pangab. Ia tidak pernah kelihatan panik dalam upaya mengatasi semua masalah. Dengan tenang dan sabar ia terus mengajak dialog dengan siapa saja, khususnya dengan para civitas academica di perguruan tinggi agar tetap menjaga ketertiban dan keamanan.

Begitu pula pada saat masyarakat Aceh merasa kehormatannya tercemar dengan selalu dijaga oleh Pemerintah Pusat dengan operasi militer yang tak kunjung usai, maka atas permintaan rakyat Aceh pada Agustus 1998 Wiranto datang ke Aceh untuk menarik seluruh pasukan yang bukan organik di Aceh, atau lebih dikenal dengan pencabutan DOM (Daerah Operasi Militer).

Ketika di Sambas terjadi perkelahian antar saudara, demikian pula ketika Maluku mengalami hal yang sama, ia selalu datang ke wilayah konflik tersebut untuk berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Bahkan untuk Timor Timur yang telah bertikai selama 23 tahun, ia berhasil mengajak mereka melakukan perdamaian pada 21 Apri11999.

Semua itu dilakukannya karena kendatipun dia seorang petinggi militer yang dikenal sangal keras dalam bersikap, berdisiplin tinggi, dan menjunjung tinggi aturan hukum, namun sangat mencintai perdamaian. Hal itu dilakukan karena sebagai seorang militer yang berpengalaman, ia sangat memahami bahwa tindakan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan secara tuntas, bahkan akan menimbulkan luka-luka yang sulit untuk disembuhkan.

Tiga Presiden
Dalam setiap jenjang karirnya, ia selalu berupaya menimba pengalaman sebanyak-banyaknya. Ia pun menimba pengalaman dari tiga presiden. Dengan Presiden Soeharto, ia menjalin hubungan sebagai ajudan Presiden selama hampir empat tahun dan sebagai Kasad serta Menhankam /Pangab selama tiga bulan.

Jabatan inilah yang secara politis sering dijadikan dalih untuk terus memojokkannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari rezim Orde Baru, sebagai putera mahkota yang sangat dekat dengan Pak Harto, kental militerismenya dan sebagainya.

Menghadapi tuduhan itu, ia tidak pernah mengelak dengan cara-cara pengecut. Ia justru berpendapat, bahwa Orde Lama, Orde Baru atau orde pasca Orde Baru hanyalah pemberian nama dari penggalan sejarah republik ini. “Tetapi, yang pasti kita semua tidak boleh lari dari kenyataan bahwa kita ada di dalamnya dengan memerankan bagian kita masing-masing. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya kita pasti mendapat manfaat dari setiap orde itu,” katanya dalam buku “Mengenal Wiranto Calon Presiden RI 2004-2009” yang diterbitkan IDe Indonesia (2003).
- See more at: http://gudang-biografi.blogspot.com/2010/01/biografi-wiranto.html#sthash.JBiz7Pbh.dpuf